—Hari Terakhir di Bumi—

                                                                                                            

    Hari terakhir di bumi. Tak sekedar kata kiasan untuk menyatakan perpisahan. 

    Kenangan yang tak berkesudahan sekarang mulai berubah menjadi sudah. Tentang cerita seorang yang berhubungan dengan keseorangan yang lain.


circa 2010's

    Bagaimana jika hari terakhir di bumi benar-benar tiba?

    Sebelumnya tidak pernah ada peringatan. Apakah jika Tuhan memberikan peringatan, maka manusia-manusia seperti kami akan mulai menghabiskan waktu hari terakhir di bumi dengan baik?

    “Aku mau kamu jadi orang terakhir yang aku temui saat hari terakhir ku di bumi.”

    “Kita. Aku mau kita jadi dua orang terakhir yang bertemu saat hari terakhir di bumi.”             

    Matahari beranjak hilang di ujung cakrawala bersama kawanan burung yang terbang menuju kemana matahari itu hilang. 

    Dan, matahari hari ini adalah matahari terakhir yang datang. Sinar yang kami rasakan saat ini, adalah sinar terakhir yang memapar.

    Para manusia menghabiskan waktu hari ini bersama orang yang mereka cintai. Ketika Dia memberi aba-aba bahwa masa hidup mereka akan habis besok.

    Ketika hari terakhir di bumi datang, bulan di langit malam nampak meledak. Serpihannya jatuh kearah bumi dan menjadi meteor saat permukaannya terbakar atmosfer. 

    Untungnya serpihan-serpihan itu habis terbakar sebelum jatuh ke tanah kami. Tapi satu serpihan yang tersisa, jatuh lalu menghancurkan aliran listrik kota ini.

    Hingga, langit malam menjadi sangat gelap. Galaksi, bintang, bulan, mereka tidak ada. Langit malam kosong tanpa penghuninya, tanpa keindahan yang selalu datang tiap saat. Kini tidak lagi. Layaknya berjalan dengan mata tertutup. 

    Satu-satunya cahaya kami adalah lilin yang tersisa di dapur.

...

    Pukul 21.12,
    aku berpamitan untuk mulai terlelap kepada semua anggota keluargaku. Kami tau, tidak ada hari besok, tidak ada masa depan, tidak ada nanti. Yang ada adalah hari ini, malam ini, saat ini. 

    “Aku akan merindukan kalian,” ujar Mama lalu mengecup dahiku dan beralih ke dahi adikku.

    “Memang ada apa, Ma?” Adikku masih polos dan belum cukup dewasa untuk mengerti apa yang terjadi. Anak malang, seharusnya di usianya yang masih balita ia masih punya harapan hidup yang tinggi. Namun, kini pupus.

    “Nak, kita akan berangkat dengan pesawat super duper cepat untuk pergi ke surga. Tapi sayangnya, pesawat kita berbeda. Berjanjilah untuk selalu mengingat Mama, ya?”

    “Apa itu benar, Papa?”

    Raut seorang Hartioko Permadi, mantan menteri pertahanan negara, tampaknya sekarang tidak bisa bercakap apa-apa. Mukanya yang berusaha tegar didepan keluarganya mulai runtuh saat setetes air matanya mulai mengalir ke pipinya. “Iya, Nak.” Suaranya bergetar sambil menahan tangis.

    Kami semua saling berpelukan. Dibawah langit malam yang kosong. Tanpa indah malam yang biasa kami pandang.

    Semua orang tetap berada di rumah mereka, tak pergi kemanapun. Jalanan kota kosong seakan menjadi kota mati, sebentar lagi.

    Kami mulai beranjak ke kasur di kamar kami masing-masing. Papa dan Mama di kamar yang sama, sedangkan aku dan adikku yang masih kecil di satu kamar yang sama disebelah kamar mereka.

    Kami mulai menutup diri kami dengan selimut, dan mulai menangis pelan.

    Seandainya aku menggunakan waktu-waktu ku di hari lalu dengan sangat amat baik, tapi aku tahu, aku terlambat. Sudah tidak ada lagi besok, sekali lagi tidak ada lagi hari esok. Sisa waktuku mulai sekarang sampai sebelum aku menutup mata.

    Jadi begini, apa yang dirasakan orang-orang sebelum mereka mati? Mereka menyesal sudah tidak ada lagi kesempatan untuk hidup.

    Lalu satu lagi ledakan terdengar dari kejauhan, dampak ledakan itu membuat malam kosong yang sangat teramat gelap ini terang benderang seperti siang hari untuk beberapa saat, dan kembali gelap.

    Kaca-kaca jendela pecah seketika oleh gelombang kejut yang menggetarkan ranjang tidurku, memadamkan semua lilin yang menyala didalam rumah. Aku mulai memejamkan mata sekuat-kuatnya, berharap dapat terlelap sebelum merasakan lebih apa yang membuat hari ini menjadi hari terakhir di bumi.

    Maka.

    Selamat tidur,
semua.

    Sekian.

 

 

 

    “Jika bisa dikerjakan hari ini, kenapa harus besok?”

Komentar

  1. IH KERENNYAAA!! tema cerita yang kamu buat benar benar menarik!

    BalasHapus
  2. Hai aryaa! Kpn' ajarin aku buat cerita jugaa yaa, your story it's good! :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Papercraft Dead Body Among Us

—Aku, kamu, kita, dan Surabaya— Pt. 1

Devar Craft Alpha version 0.1 (Release For Windows 7,8,10)